Tuesday, November 29, 2011

Supir Angkot Kualitas Supir Taksi - tak perlu menunggu kaya untuk berbuat baik

Berkisah tentang supir angkot, pastinya kejadian ini berlangsung di angkot (lagi-lagi angkot). Sepertinya semakin lama bersahabat dengan angkot dan menulis kisah persahabatan ini, aku bisa menerbitkan buku bertema angkot (hehehe). Kali ini aku menaiki angkot U dengan tujuan Raya Rungkut Kidul, awalnya aku bertanya,"Lewat Raya Rungkut Kidul Pak?" "Iya mba.", lalu aku pun naik angkot itu.

Disana sudah ada dua mas-mas lengkap dengan peralatan heboh topeng monyet, dan ada seorang mba yang dari penampilan rapi-berkemeja-dan berdandan cantik pastinya seorang pegawai kantoran. Kemudian berturut-turut naik bapak berusia sekitar 35 tahun, 3 orang pengamen lengkap perabotan gitar, krincingan, plus galon aqua kosong. Angkot mulai penuh sesak, dan akhirnya berjalan. Tak lama muncul bapak dan ibu, akhirnya saya terjepit dengan posisi kurang menyenangkan. Lengkung bibir yang dimulai dari lengkung ke atas, berubah menjadi datar, dan beringsut cepat menjadi lengkung ke bawah. Kalau sudah begini, ingin rasanya ada angkutan umum spesial perempuan ;)

Menahan dengan susah agar tidak bertambah kelengkungan bibir ke bawah, akhirnya satu persatu penumpang turun. Saat 3 pengamen turun dan memberikan uang, Pak Supir spontan menjawab riang,"Terima kasih, terima kasih banyak.." Aku heran, padahal uang yang diberikan hanya dua lembar seribuan ditambah beberapa koin. Di angkot itu hanya tersisa bapak usia 35tahun-an dan aku, serta pak supir tentunya.
Bapak itu mendekati pak supir dan akhirnya mereka berdua seketika berbincang layaknya teman yang sudah akrab.

"Iya Pak, kita harus pintar membaca, yaa orang penghasilannya sekian, ya kita harus membantu. Tidak mengapa diberi sedikit." Pak Supir memulai pembicaraan.
"Iya benar-benar."Bapak usia 35 tahunan berbaju kaos merah tanpa lengan itu menimpali.

Diam-diam aku kagum dengan Pak Supir ini, ia tak protes bahkan berterima kasih hanya dibayar tidak seberapa oleh pengamen itu--awalnya aku kurang sabar dengan angkot ini yang suka menunggu penumpang hingga penuh dulu baru mau berangkat. Pembicaraan antara pak supir dengan bapak kaos merah terus berjalan, mulai dari kita harus pandai membaca, Indonesia bobrok, kualat tidak menang sepakbola, dan lebih rumit lagi, entah aku sampai tak tahu mana yang bicara, pak supir atau pak kaos merah dengan kecepatan mereka berbicara disertai luar biasa luasnya topik pembicaraan mereka.

"Jadi Pak, kalau di Korea itu pejabatnya siap mati."
"Iya Pak, disin beda, malah masuk bintara saja perlu 25 juta."
"Bener-bener, sudah bobrok, disini yang diadili sama yang mengadili sama-sama maling, sama-sama korupsi."
"Ini kasus century saja belum selesai."
"Ditambah kasus Marsinah yang dulu, sekarang kasus pembunuhan di universitas X."
"Bobrok Indonesia, kita harusnya menghargai para pahlawan kita."
"Makanya, kemarin Indonesia kualat, sepakbola kalah."
"Ta doain Indonesia tsunami, habis, ga apa saya ikut mati, yang penting saya hatinya bener."
"Kalau di luar negeri, ada kampung khusus WNA, ga kayak di Indonesia semua berbaur. Bisa-bisa nanti WNA angkat senjata karena merasa jumlah banyak dan bisa menang."
"Wah, Indonesia memang sudah di ambang batas."
%$#%^@&*((*!!!

Fiuh, aku sampai terhipnotis mengikuti pembicaraan mereka, alur cepat, satu topik dijawab dengan topik lain, mulai pahlawan, pejabat, pembunuhan, maling. Sampai akhirnya pak supir menanyakan,

"Mau kemana memang mas?"
"Saya mau ke Medaeng pak, nanti oper angkot apa ya?"
"Lho, ga apa saya antar saja ke Medaeng, memang disana mau ngapain?"
"Saya mau ambil telur disana, nanti saya jual telurnya. Ga usah pak, saya oper angkot aja."
"Ga usah, ga apa, saya antar ke Medaeng. Ayo sini bapak pindah duduk depan saja."

Wah, aku terpukau dengan kedekatan spontan mereka. Terbius! Dan kembali sadar saat bapak tersebut tidak melupakan ada seorang lagi diangkotnya,"Turun mana mba?"

"O,o saya turun Raya Rungkut Kidul pak."dengan gagap saya menjawab.
"Lho, mba, ini sudah kelewatan jauh, mba ga bilang tadi turun mana, mba cuma tanya lewat ga, ya saya jawab lewat, harusnya mba tadi bilang saya ga tahu pak, saya minta diturunkan di Raya Rungkut Kidul, bla bla bla.."

Dengan pasrah aku mengiyakan wejangan pak supir seperti seorang anak yang patuh dinasehati orang tuanya. Yah, aku hanya harus turun dan oper angkot U dengan arah berlawanan.

Dan hal tak terduga terjadi, bapaknya memutar balik angkot dan mengantarku ke tujuan awal-Raya Rungkut Kidul. Disitu aku menyadari, wah wah, bener-bener, kamu jauh sekali nyasarnyaaaa Dela!! Jauh jauh jauh! Dengan bodohnya menyesal dengan diri sendiri yang terbius mendengarkan obrolan mereka berdua tanpa memperhatikan jalan...

Angkot U lain akhirnya muncul, dan pak supir berkata,"Naik oper yang ini ya mba, saya mau langsung ke Medaeng." Ketika aku mau membayar ongkos-dan sudah kuniatkan untuk membayar lebih-bapak tersebut bilang,"Tidak usah mba," dan langsung tancap gas, meninggalkan aku yang masih terbengong di pinggir  jalan terkesima dengan kejadian di angkot tadi.

Masya Allah, baik sekali pak supir ini. Mulai menerima ongkos dari pengamen yang kecil, mengantarkan orang yang baru dikenal ke Medaeng, plus mengantarkanku putar balik ke tujuan semula tanpa mau dibayar! Jiwa yang lebih mulia dari supir taksi, mengantar ke tempat tujuan, dengan imbalan sekenanya.

Bapak, mungkin imbalan untukmu hanya pantas diberikan olehNya. Ya Allah, berikanlah ia rezeki yang berkah, berikan balasan untuk setiap kebaikannya, dan semoga banyaaaaak orang lagi yang sebaik dan lebih baik dari bapak itu.

Teman, tak perlu menunggu kaya untuk berbuat baik..Lihatlah bapak ini.

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 dellasgarden. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.