Tuesday, May 6, 2014

Jaga dan Istiqamah

4 Mei 2014


Karena tidak ada waktu kedua, dan tak ada pengalaman yang tak berharga.

06.00 Ahad pagi diawali dengan bangun terlambat dan terburu-buru berangkat jaga. Alhamdulillah, tidak telat. :). Memang, beberapa hari terakhir dan seminggu kedepan, jadwal jaga sedang menumpuk, ritme kegiatanku hanya seputar jaga-tidur-jaga-tidur. Pelajaran awal, jangan tidur kemaleman yang berakibat bangun kesiangan.

Momen unik saat jaga. Pasien NA, 41 tahun, kembali datang kepadaku, ditemani oleh ibunya. Ibunya bilang, si ‘anak’ tidak mau makan selama 2 bulan, susah sekali disuruh makan. “Dokter bilang ya ke NA biar mau makan”,pinta ibunya. Mungkin kalian bingung, wanita usia 41 tahun berobat kok masih diantar ibunya. Yah, tebakanmu tepat, ia menderita keterbelakangan mental. “Ini dok, dia ga mau makan, padahal besok Senin mau umroh. Ini saya ajak umroh, semoga ada hikmahnya. Dari kecil dulu, NA sakit-sakitan saya yang urus, sampai usia 41 tahun pun, saya yang urus.” Subhanallah, pastilah si ibu banyak pahalanya, sabar mengurus anak, sampai Allah pun bersedia mengundangnya lebih cepat untuk ke Baitullah. Tak lupa aku berceletuk,”Ibu, doain kita-kita biar cepat menyusul kesana ya.” 

***
16.00. Pulang jaga, akhirnya aku dapat menemui kembali sahabat  untuk mengkaji ilmu,--setelah lama absen, hehehe. Sore hari yang berkah dengan turunnya hujan, aku mendapat Ilmu baru lagi : tentang “Sepuluh amalan baik di pagi hari” yaitu : bangun lebih pagi, munajat dalam keheningan malam, istighfar di waktu sahur, tegakkan sunnah dua rakaat sebelum subuhm pancinglah harimu dengan sedekah pagi, sholat subuh berjamaah, dzikir dan wirid di pagi hari, siramilah jiwa dengan bacaan al-Quran, berbuat baik di pagi hari dan sujudlah di waktu dhuha. 

***
19.00 Bada Magrib, aku melipir ke Istiqomah Book Fair di hari terakhir dan jam-jam terakhir, berharap ada diskon lebih. Akhirnya lirikanku jatuh ke sebuah buku dengan kata “Terlarang”. Judul lengkapnya adalah Ma’alim fi ath-Tha’ariq, karya Sayyid Quthb. Aku baru berhasil membaca bab awal,’Telunjuk yang Bersyahadat’—sebuah kesaksian polisi yang ikut dalam proses eksekusi Sayyid Quthb. Di detik terakhir kematiannya, Sayyid Quthb ditawari oleh perwira tinggi untuk membatalkan eksekusi dengan satu perbuatan,”Tulislah Saudaraku satu kalimat saja, Aku bersalah dan aku minta maaf...” Ia menatap ke perwira itu dan tersenyum, lalu berkata penuh wibawa,”Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan akhirat yang abadi.” Kata-kata beliau yang terkenal “Telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rezim thawaghit.”

Lalu, polisi yang menyaksikan kejadian itu pun detik itu berjanji untuk bertobat dan senantiasa takut kepada Allah. Benarlah bahwa buku ini terlarang, karena dapat membuat seorang muslim kembali ke jalannya yang lurus. Cover yang jenius. Ketika ada kata ‘larangan’, justru itulah yang membuat pembaca lebih penasaran dan ‘melanggar’

***
21.00 Akhir malamku, dikejutkan dengan berita di TV one, “RS tolak pasien.” Fiuh, kejadian apa lagi ini. Seorang bayi mengalami panas tinggi dan dirawat inap di RS di Jakarta, direkomendasikan Sp.A untuk masuk ICU saat siang harinya. Sebelum masuk ICU, keluarga perlu mengurus administrasi dan membayar uang jaminan sejumlah 5 juta. Saat si bapak mengurus administrasi tersebut, bayi mengalami kejang dan diklaim oleh ibunya bahwa tidak ada tindakan darurat yang dilakukan oleh tenaga medis disana. Sampai akhirnya bayi tersebut meninggal, dan keluarga menuntut ke RS. 

Lalu diadakan diskusi antara orang tua alm bayi, wamenkes, dan anggota DPR. Beberapa kutipan tokoh yang bisa aku tangkap. Wamenkes,”Rumah Sakit harus melayani keadaan darurat, tanpa meminta uang jaminan di awal. Bila tidak, maka akan dikenakan sanksi bla bla bla. Ibu dan Bapak bila menuntut ini dapat melapor ke MKDKI.” Anggota DPR,”Selama ini, yang saya tahu, bila kasus seperti ini dilaporkan ke MKDKI akan ada ‘silence konspiration’, kasus tidak akan terungkap karena yang mengadili adalah kaum dokter, dan yang diadili pun rumah sakit yang isinya dokter juga. Kasus seperti ini juga saya lihat di banyak film.” Orang tua alm bayi,”Saya tidak tahu kalau ada peraturan seperti itu (RS tidak boleh menarik uang jaminan). Rumah sakit harusnya tidak seperti itu. Jangan menganggap orang kecil tidak dapat membayar. Kami sebagai orang tua pasti sanggup membayar.”

Komentarku? 1. Mengapa tidak ada humas dari RS terkait yang ada di diskusi tersebut ya, sehingga laporan dapat dikonfirmasi dua arah. 2. Bila kejadian belum bisa dikonfirmasi, benarkah seperti itu kejadiannya, bagaimana saya dapat berkomentar lebih jauh? :)

Pertanyaan yang terlintas di otakku :
1.Benarkah ada peraturan terkait administrasi dan uang jaminan? Sudahkah pemerintah mensosialisasikan ke Rumah Sakit? Bila sudah, apa solusi pemerintah untuk menutupi biaya operasional RS bila ternyata keluarga tidak mampu membayar? Bila BPJS jawabannya, Benarkah BPJS menanggung semua biaya di ICU dengan sewajarnya? Apa ada ‘limit tertentu’ yang tidak menyisakan pilihan lain kecuali RS harus menghemat ketat biaya, atau rela menuju kebangkrutan?
2. MKDKI melakukan silence conspiration? Bukankah ada SH disana? Logikanya : yang bisa menentukan pemain badminton menang adalah wasit badminton, bukan wasit sepak bola. Kenapa? Karena wasit badminton lah yang mengerti aturan, bila wasit sepak bola disuruh memimpin pertandingan badminton, bisa kacau hasil game-nya. Begitu juga kasus ini, mengapa MKDKI yang mengadili , karena yang berhak menentukan itu salah dan benar adalah orang yang mengerti ilmu yang terkait.
3. Orang tua dan masyarakat memang perlu mendapat penjelasan tentang setiap tindakan di RS, agar tersampaikan informasi yang diinginkan. Walaupun sebenarnya, dalam kondisi tenaga medis melakukan penyelamatan darurat, inform consent memang dapat tidak dilakukan. Dan pastinya, saat-saat genting seperti itu, keluarga pun tidak dalam kondisi tenang yang bisa menerima ‘berita buruk’ yang terjadi. Apa kejadian banyaknya komplain ini menandakan sudah tidak ada lagi kondisi ‘trust’ antara pasien dan penolong? Atau kejadian ini muncul karena sistem ‘administrasi’ yang belum ada solusinya?

***
22.00 Waktu tidur. Siap istirahat untuk kembali bekerja 12 jam esok hari.
 
Copyright (c) 2010 dellasgarden. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.