Monday, April 28, 2014

PMK di depan rumahku!!






12.35
Aku baru bangun tidur, pasca jaga malam, dan bersiap-siap jaga jam 13.00. Saat ke loteng dan mengambil pakaian ganti, dari bawah aku dengar, “ada kebakaran, ada kebakaran!!.” Masih linglung, melalui jendela loteng, aku lihat api dan asap tebal mengepul dari rumah tetangga belakang. Jarak 3-4 rumah di belakang. Papa disampingku mulai panik,”Nomor telpon ambulance berapa?! Telpon cepet.” “PMK pa, PMK! Tapi aku lupa berapa nomornya.” (belakangan aku baru ingat :911 nomornya!)

 Aku yang masih pakai setelan piyama dan jilbab langsungan, segera turun dan menemui orang rumah yang mulai panik. “Dela, selamatin surat-surat penting!!” sahut mama atau papa, aku tidak ingat lagi. Yang terpikirkan olehku hanya mengeluarkan koper yang memang berisi semua ijazah, sertifikat dkk. Orang-orang di salon langsung keluar, ada yang masih bersabun rambutnya, ada yang belum selesai dipotong, semua pengertian dan membantu barang-barang salon di angkat. 
Mamaku yang aku kira akan lemas dan mungkin pingsan justru paling bisa berpikir jernih. Ia menyelamatkan semua alat-alat salon, apapun yang bisa dibawa keluar dibawanya keluar. Pikir beliau, dimanapun  tempatnya asal ada alat yang terselamatkan, masih bisa kerja. I’m really proud of you, mom.

Aku yang justru bingung, apa yang harus kukeluarkan dulu, jadi aku hanya menuruti kata mama,” Dela, ambil baju di atas, dela ambil apa-apa yang penting, dela ambil tas, sepatu, obat salon.” Anak SPG di rumah turut membantu, mba Ita perawat dari Jenebora yang berencana merawat rambutnya ke salon, justru membantuku membereskan barang di kamar, Pak Amat yang sudah kami anggap saudara sendiri pun membantu. #Itulah indahnya punya saudara dan tetangga. Papa paling giat mengangkuti barang-barang berat, televisi, kipas, apapun yang bisa dibawa langsung dimasukkan semua ke mobil, dan mobil segera dipindahkan ke tempat aman.

Koper, Laptop, Printer, sudah keluar. Tidak tahu apa lagi yang harus dikeluarkan. Saat aku ke loteng kedua kali, rumah dimana  api berasal sudah ludes, api menyebar ke rumah samping timur. Anginnya ke arah timur. Aku tidak tahu harus bersyukur atau harus merasa apa.

12.45
Jam 13.00 jadwalku jaga. Aku harus segera telpon Ibnu Sina. Entah kemana hp ku, diselamatkan orang dan ditaruh mobil yang sudah dipindahkan. Segera aku minta hp papa. Beruntung, aku ingat telpon flexi Ibnu Sina berkat kata-kata mas Didik yang masih melekat,”No flexi cantik, 7091900, aku yang tulis di telponnya itu.”

Don’t be panic dela, keep calm, just tell them “Belakang rumah kebakaran, tolong yang disana gantikan jaga” itu yang ada di pikiranku, dan ternyata aku tidak bisa sekalem itu.

“Halo Assalamu’alaikum..”suara dari seberang telpon.
“Wa’alaikumussalam, mb Zia ya, ...” Persis kukatakan seperti tadi, tapi dengan nada panik.
“Dokter bicara sama dr Deti langsung ya.”
“Iya mba.” Telpon diberikan ke mba Deti. Ku ulang permintaanku.
“Maaf mba, saya ga bisa gantiin, jam 1 saya harus jaga anak kecil di rumah.” Hmmff, lemas diriku.
 “Ada dr.Vidya?”tanyaku kepada mba perawat
 “Sebentar dr. Vidya masih pelayanan di poli, nanti kita hubungi ya dok.”

PMK datang, aku telpon lagi Ibnu Sina, syukurlah dr.Vidya yang angkat. Suara sirine PMK membuat tambah panik. Aku tak bisa mendengar percakapan di telpon, hanya samar-samar. “Dela.brbrbrb...aja...Di sini kita gantikan jaga...Brbrb” Langsung ku potong cepat dengan monologku,”Ini PMK datang, sudah ga kedengaran lagi suaranya, tolong digantikan ya, nanti kalau sudah tenang diusahakan kesana, makasi banyak ya..”

13.05
Menunggu di depan rumah, berdoa sambil melihat banyak mobil PMK bekerja. Satu PMK datang, supirnya bingung karena ada orang yang meminta api dari belakang dulu dipadamkan, yang lain minta bagian depan dipadamkan. Tiap orang memikirkan cara bagaimana menyelamatkan miliknya dan barang didekatnya. Wajar.

Buku, buku. “Dela, bukunya gimana?”sahut mama. “Sudah, bisa beli lagi.”,sahutku pasrah sebelum usaha. Ada banyak buku di atas yang tak sempat aku turunkan. Semoga tidak sampai mengenai buku, pintaku. Bila buku itu selamat, buku itu harus memberi manfaat ke orang lain, niatku.

Tak kulihat keberadaan papa. Bingung ku bilang ke mama,”Ma, papa masih di atas lho, ga tau ngapain lagi..!!” Kita berdua teriak ke Pak Amat, “Suruh turun, mau apa lagi itu di atas.” Sedikit heroik, aku berbicara ke pak Pemadam,”Pak, tolong suruh turun, masih ada orang di dalam rumah itu.” Syukur, banyak pak tentara dan PMK yang mengecek tiap rumah, memastikan tidak ada orang, memastikan tidak ada tabung gas, ataupun listrik yang masih tercolok.

Aku terus berdoa dalam hati. Ya Allah, selamatkan orang tua ku. Harta bisa dicari, but im not ready if i lose them now. I love them, of course. But I dont know how i should express my feeling. Sosok papaku sudah terlihat diluar rumah. Mama ada disampingku. That’s enough for now.

14.30
Api mulai padam, asap mulai abu-abu tanpa asap hitam. Lalu beberapa saat kemudian, ada lagi asap tebal hitam pekat. Ternyata masih ada api lagi timbul. Angin tetap bertiup ke timur, rumah di bagian timur dari sumber api yang terbakar. PMK bertindak lebih cepat. Tak lama, api benar-benar padam. Rumah dan tembok rapuh segera dirubuhkan, agar tidak menimbulkan keresahan tetangga sebelah. Bila tidak dirobohkan, bayangkan tiba-tiba saat malam, ada suara tembok runtuh di samping rumah. >_<

15.00
Beberapa PMK sudah meninggalkan TKP. Mulailah kami berkemas. Barang-barang kembali dimasukkan. Barulah aku berkesempatan melihat hp. Empat bbm masuk, semua sama menanyakan,”Kebakaran di Prapatan mana?” Langsung aku copas jawaban,”Yap, kebakaran di belakang rumah, jarak 3 rumah. Jam 2 api padam, “ Jaga siangku digantikan. Jadwal jaga malamku diliburkan. Bahkan ditawari untuk tukar jaga pagi esok. Terima kasih, teman sejawat.

Melihat kejadian yang begitu cepat ini, yang ada dalam pikiranku, what u think might be yours are not yours at all, its all Him. Apapun yang kita punya, memang bukan milik kita, semuanya, termasuk diri ini. Jangan pernah merasa sombong dan merasa bahwa diri kita hebat karena memiliki sesuatu. Semua adalah titipan. Kita diuji bagaimana menggunakan apa yang dititipkan ke kita.

Jangan pernah merasa aman dari musibah. Menengok kembali ke belakang, keadaan kita yang selamat dari musibah adalah karunia dariNya. Jangan sampai pula terselip sombong pada kita saat Ia telah menyelamatkan kita dari musibah,”Aku selamat karena usahaku.”

*ayat*jika musibah berdoa, jika selamat berpaling

Tiga jam yang cepat. Sekitar 7 rumah habis. Berapa belas KK yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda. Mengubah cara pandangku terhadap musibah kebakaran,”Itu bisa terjadi padamu kapanpun, be prepared, and help the others”

Dan sedikit tips yang terpikirkan olehku setelah kejadian ini :
1.       Selalu pikirkan jalur evakuasi.
2.       Tempatkan surat penting di satu tempat yang mudah dicapai dan dipindahkan.
3.       Siapkan tas-tas besar di lemari untuk mengevakuasi barang yang dibutuhkan.
4.       Sekiranya bisa, perbanyak barang-barang/furniture yang beroda, agar mudah dipindahkan.
5.       Apa lagi ya? Banyak berdoa J

Epilog
Sepanjang sore, mama menggodaku,”ih Dela pa, tadi bilang, papa mana ma. Nyari-nyari papa dia. Sayang juga sama papa ternyata” “Ya iya lah, nanti siapa yang nganter-nganter Dela. Hehehe.”aku ngeles. Mama, stop menggoda ku, You know, I love you both.

8 Maret 2014

Membalut Luka Gaza




Sebuah buku karangan dr Prita SpOG dkk. Penerbit Salsabila



Buku ini kubeli di Istiqamah Book Fair tgl 26 April 2014. Setelah melihat sekilas semua judul buku, aku langsung tertarik pada buku ini. Alasannya adalah covernya yang eye- catching yaitu anak-anak Palestina dengan senyum cerianya, ditambah dengan penulisnya seorang dokter Obsgyn wanita dan ternyata ini kisah dokter relawan BSMI yang berangkat ke Gaza! (Hehe, alasannya profesi banget ya?) Tidak sebanding dengan harganya, hanya mengeluarkan kocek 23rb dan kita mendapatkan kisah luar biasa. Kumpulan kisah yang ditulis oleh relawan-relawan yang datang ke Gaza.

Aku disuguhkan dengan artikel ‘Selamat Datang di Tanah Anbiya’, yang aslinya adalah sambutan dari dr.Midhaad Abbas, Direktur Jendral Hubungan dan Kerjasama Internasional Departemen Kesehatan Palestina. Ia menceritakan kisah blokade Israel atas Gaza, rumah rata dengan tanah, dan setiap hari mereka terbangun dengan pertanyaan : siapa dari kami yang akan terbunuh hari ini? Ia melanjutkan,”Anda mungkin heran, mengapa kami masih tertawa bahagia, dan menjalani hidup seperti ini? Karena dalam hidup ini hanya ada 2 pilihan : hidup bahagia di dunia atau wafat dalam syahid untuk syurga. Kami menjadikan hidup ini sesederhana apa adanya. Dengan kalian berdiri di sini, biarlah Israel tahu bahwa kami tidak pernah sendiri. Bahwa kesombongan tidak akan pernah mendapat tempat di dunia, apalagi di akhirat. Terima kasih saudaraku, terima kasih telah membalut luka kami. Terima kasih telah mengusap air mata kami.” Bila aku menjadi salah satu relawan disana, mungkin sudah basah mata ini oleh haru dan bangga bisa bertemu dengan sosok tegar pahlawan Palestina.

Kisah dr Prita yang pertama adalah saat penyambutan oleh pihak UCAS. Rasa haru menyeruak mereka, karena mereka yang berpakaian seadanya disambut oleh pejabat universitas berpakaian rapi, sebuah spanduk selamat datang. Setelah itu mereka dipanggil satu persatu untuk diberikan sertifikat penghargaan dan souvenir. Namun lucunya, saat penjamuan makan, ternyata ada minuman bersoda asal Amerika bersanding dengan makanan yang cukup mewah yang mereka sediakan. Saat ditanya, ternyata mereka tidak punya pilihan lain, karena begitu susahnya mereka mendapatkan barang. Hanya itu yang bisa mereka dapat melalui tunnel, terowongan yang menghubungkan Rafah dengan Mesir yang notabene sangat tidak aman karena selalu di bom Israel atau disemprot gas beracun oleh Mesir. Sungguh istimewa sifat mereka memuliakan tamu, rela bertaruh nyawa demi memberi yang terbaik.

Giliran dr. Jamaludin, Sp.M untuk berbagi kisahnya. Saat itu, selepas dari RS Uyun ia mampir ke rumah Yasi, kepala perawat OK yang menemaninya seharian itu. Ia bertemu dengan kedua orang tua Yasi berusia 80 tahun, dan anggota keluarga lainnya. Tiba-tiba DUARRR! Ledakan keras, listrik padam. Saat itu dalam pikiran hanya satu : ia akan mati. Terbayang anak istri di tanah air. Dalam remang, ia melihat Yasi dan lainnya tampak tenang. “Bom seperti itu biasa. Yahudi hanya menakut-nakuti. Hidup mati ada di tanganNYa.” Dr. Jamal tahu, toh kalau ia mati, mati syahid, dijamin syurga. Namun ia tetap takut. Yasi menenangkan ia dengan secangkir teh dan berkata,”Kami cinta syahid. Aku ingin dua atau tiga anakku menjadi syahid.”, ujarnya ringan. Dr. Jamal terbelalak. Ia kagum. Sungguh keberanian rakyat Palestina adalah pembebas diri. Ketakutan adalah pemasung jiwa. Semoga mendapat setitik keberanian dari jiwa rakyat Palestina yang merdeka.

Kisah lain datang dari Sinta Yudisia saat bertandang ke Kementrian Wanita Palestina. Disana terdapat potret wanita Palestina dengan tangan kiri mengangkat tinggi menggenggam matahari, dari dirinyalah lahir generasi penghafal alQuran yang membuat Yahudi gentar. Ia heran, bagaimana mereka begitu tegar? “We believe in Allah. Kami mengajarkan anak kami bahwa apa pun di dunia berasal dari Allah dan kembali pada Nya.” Penjelasan ini sudah ratusan kali didengar, namun rasanya benar-benar berbeda dan menggetarkan ketika meluncur dari bibir seorang perempuan yang mengalami pahit getirnya peperangan. “Allah is giving hasanah.” Ini keyakinan abadi mereka, Allah selalu memberi kebaikan, bahkan ketika sesuatu itu bernama penderitaan. Mereka tidak pernah memaki kegelapan, tetapi menyalakan pelita bagi orang yang membutuhkan.

Kisah lain dari dr Prita. Di Halte bus di Jabaliya, banyak terpampang poster wajah mereka yang wafat ketika terjadi serangan Israel. Seorang pria dengan antusias menunjukkan foto anaknya yang syahid. Wajahnya berseri tanpa rasa sedih. Yang ada hanya kebanggaan dan keyakinan tinggi bahwa mereka yang wafat adalah pembakar semangat.
“Kami sedang berada di gedung. Aku harus keluar gedung mencari toilet. Saat itu Israel menjatuhkan bom tepat di atas gedung tempat anakku berada.”ia tersenyum
“Apa yang kau rasakan?”tanya dr Basuki, suami dr Prita.
“Aku menyesal.”jawabnya singkat
“Tentu saja semua orang sedih bila kehilangan anaknya.”lirih dr Basuki.
“Tidak. Aku menyesal karena tidak berada di gedung dan syahid bersama anakku.” Sorot matanya menampakkan rasa bangga yang tidak dapat ditutupi.
Terbuat dari apa jiwa mereka? Wajah berseri saat menceritakan sanak saudara yang syahid. Kerabat dan tetangga pun datang untuk berbela sungkawa tiga hari berturut-turut. Cukup, tak berlama-lama dengan kesedihan. Kematian bukanlah satu momen untuk bersedih karena kehilangan, bukan untuk meratap terus-menerus. Namun untuk menyalakan kebanggaan, semangat, cinta, dan rindu syahid, wafat karena membela harga diri dan agama.

Dr. Kiagus Erick, Sp.An datang dengan kisahnya sendiri. Ia menyaksikan kejadian yang sulit dijelaskan akal sehat. Ia mendapati bahwa sarapan yang sejak pagi disiapkan tim logistik namun baru dapat dimakannya siang hari itu tetap hangat seperti baru dihidangkan. Padahal suhu di luar sekitar 12-16C! Kejadian lainnya, saat di ruang operasi, semua operasi yang ia lakukan berjalan lancar. Hampir tidak ada perdarahan sehingga tak memerlukan transfusi darah padahal operasi tergolong besar seperti amputasi, thorakotomi. Tak cukup itu, bau jenazah sama sekali tidak tercium busuk padahal lokasi kamar jenasah dekat sekali dengan tempat peristirahatan tim. Selama betugas tak henti lisannya mengucap pujian kepada Allah. Mungkin ini berkah Allah untuk menguatkan keimanan mereka.

Kisah Rudi relawan logistik bersama dr Fuadi, Sp.KJ tidak kalah hebatnya. Mereka berkunjung ke RSJ disana. Pasca serangan Israel selama 2 minggu, 906 nyawa syahid, 4100 korban luka, dan mereka hanya mendapati 18 orang saja yang dirawat di Gaza Psychiatry Hospital. Dari 1,5 juta rakyat, hanya 18 orang mengalami gangguan kejiwaan. Anak-anak Gaza pun tak kalah hebat, mereka tidak bermental pengemis. Mereka gigih menawarkan dagangan teh namun tetap sopan tidak memaksa. Mereka hanya mau menjual, tidak meminta meski situasi mereka sangat sulit. Harga diri dan kesucian diri mereka seperti harga mati yang tidak bisa dibeli.

Ada kisah Asdaa Land, sebuah daerah lahan hijau di Gaza yang dipenuhi kebun tin zaitun dan ada pula kolam untuk peternakan ikan. Di tengah segala keterbatasan, tak ada alasan bagi mereka bertopang dagu berpangku tangan. Mereka mengelola aset yang telah disediakan alam.

Kisah ibu di Gaza pun tak kalah membakar semangat. Ibu yang melahirkan di RS Gaza, mereka biasa mempercepat proses persalinan, dan hanya istirahat 3-4 jam pasca melahirkan. Setelah itu mereka pulang dan menjalani kehidupan biasa. Rata-rata mereka punya 6 anak—mayoritas laki-laki, dan wanita perkasa ini menghandle semua pekerjaan rumah tanpa asisten. Super woman!

Lebih hebat dari itu, pimpinan tertinggi di Gaza, PM Dr.Ismail Haniyya ternyata sosok yang sederhana. Di tengah petugas protokoler, ia muncul hanya mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana warna gelap, tidak memakai jas sebagaimana stafnya. Yang mana PM yang mana staf hanya terlihat dari karisma wajah, bukan penampilan atau aksesori lainnya. Ia berterima kasih kepada relawan dan lebih mengejutkan, ia sendiri yang memberi cenderamata yang dibubuhi tanda tangan asli beliau ke masing-masing anggota rombongan, bukan hanya ketua tim. Geraknya mencerminkan rasa hormat dan terimakasih mendalam. Kapan lagi ada seorang pemimpin negara seperti beliau.

Begitu banyak kisah lainnya, yang tak dapat kuceritakan satu persatu. Rekomendasiku adalah baca, dan temukan semangat itu.!! Doaku untukmu Palestina. Negeri yang terjajah oleh Israel, Amerika dan antek-anteknya, namun selalu dijaga olehNya. Dan Allah sebaik-baik Penjaga.
 
Copyright (c) 2010 dellasgarden. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.