Tuesday, July 19, 2016

Mendekapmu dalam Doa



Ada satu sosok yang baru sebentar aku kenal, namun terasa dekat. Membersamainya walau sepintas sudah merupakan berkah. Begitu istimewa waktu itu, 10 hari terakhir Ramadhan.

Muslimah yang baik, begitu cantik dengan senyumnya, begitu mulia dengan ilmunya. Ummu Zubair. Aku mengetahuinya sebagai istri syeikh imam sholat masjid Istiqamah saat itu. Hafidzul Quran pemegang sanad qiraah asyara’. Ia mengajarkan tahsin kepada jamaah wanita selepas dzuhur. Sebelum memulai pelajaran tahsin ia memberikan tausyiah dalam bahasa arab yang tentu saja dengan penerjemah. 

Tentang satu ayat dalam al Fatihah. Alhamdulillahirabbil’alamiin. Begitu agung ayat ini. Alhamdulillah, kita islam. Alhamdulillah kita berjilbab. Alhamdulillah kita sholat. Alhamdulillah kita termasuk dalam keluarga sholih. Rabbil ‘alamiin., wahai pengurus semesta alam. Bukan hanya alam manusia, melainkan seluruh alam, jin dan alam yang tidak kita ketahui hakikatnya. Satu ayat yang mungkin kita baca tanpa hati, namun jika kita renungi lagi, begitu sejuk ayat ini.

Dzikir, sangat ringan diucapkan, namun dapat memenuhi timbangan akhirat kita. Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil adzim.. Ketika membacanya 100x dalam satu hati, maka Allah ampuni dosanya walau sebanyak buih di lautan. Begitu pemurahnya Allah memberikan sedemikian besar pahala untuk amalan ringan ini

Kali lain, beliau bercerita tentang Lailatul Qadr. Apa itu lailatul qadr? Allah memberi kita tanya akan peristiwa besar, yang kita mungkin tak tahu begitu istimewanya peristiwa itu. Saat itu bumi penuh oleh malaikat, dan ar ruh yakni Jibril datang sepenuh malam. Utusan Allah ini datang, mendoakan manusia atas amalan baiknya. Saat itu dicatat setiap amalan dan dihitung pahala yang lebih dari 1000 bulan. Saat itu pula ditentukan takdir manusia selama 1 tahun kedepan. Seluruh malam itu dipenuhi rahmat hingga paginya. Rugilah mereka yang tidak mencarinya, rugi mereka yang tertidur, terlebih rugilah mereka yang melakukan amal tak manfaat seperti menikmati hiburan. Carilah malam itu di 10 hari terakhir Ramadhan, carilah dengan sungguh-sungguh, persedikit waktu tidur. Kapan lagi menemui kesempatan langka itu. Tausiyah beliau kali itu begitu menguras emosi, terlebih bagiku yang belum berhasil menghidupkan malam.

Saat itu, qadarullah, aku bertemu drg Ida, dan entah bagaimana, drg Ida memberitahu beliau kalau aku dokter, dan beliau butuh obat untuk batuknya. Hanya candaan sebenarnya, tapi kesempatan baik bagiku, kapan lagi berbuat baik untuk saudari muslim dari jauh? Silex-lah yang kupilih, obat batuk herbal, insyaAllah non alkohol. Saat diberi itu, ia menolak dan berkata, berapa? Tidak mau menerima obat gratis, dll. Dengan rayuan mb Nadila (teman yang menjadi penerjemah) akhirnya beliau mau menerima, dan tak pernah kulupa senyumannya. Jazakillah khair, barakallah, dan doa lain meluncur sering senyumnya. 

Hari lain, beliau mengajakku dan teman lainnya untuk berbuka di rumahnya. Kami mencicipi minuman segar (jeruk nipis parut dan gula plus air diblender sampai halus), sambosa, dan makanan Yaman yang aku tidak tau namanya. Batuk beliau sudah membaik, tapi nyeri tenggorokan belum berakhir dan beliau meminta tolong untuk diantarkan ke dokter THT. Alhasil malam itu drg Ida, aku, mba Nadila dan mba Kris ikut menemani beliau. 

Selepas dari dokter THT, kami singgah di mushola milik mba Nadila dan sholat tarawih diimami ummu Zubair. MasyaAllah bacaannya, merdu, syahdu, tak dapat dilukis dengan kata. Ingin mendengarnya terus. Dan saat itu kami duduk melingkar dalam majelis seusai tarawih. Ia bercerita tentang surat al Zalzalah, ayat : 4. Saat itu bumi mengabarkan beritanya. Di akhirat nanti, masih ada saja manusia yang berbohong atas perbuatannya, walau kaki, tangan dan seluruh anggota badannya bersaksi bahwa ia melakukan itu, namun ia tetap berkeras tidak melakukan itu. Saat itulah Allah akan bertanya pada ciptaannya yang lain, yakni Bumi. Saat itu bumi bersaksi, tiap jengkal bumi yang kita tapaki saat itu, akan bersaksi atas tiap perbuatan kita. Tak bisalah manusia berkeras pada dustanya. Tiap amalnya akan dipersaksikan oleh tiap anggota tubuhnya, oleh bumi dan lainnya.

Tiap kita adalah dai, maka berdakwahlah dengan profesi kita, jadilah yang berakhlak baik. Saat itu ia bercerita pula. Ia sakit yang memerlukan operasi, karna takutnya dengan anestesi ia membaca al-Baqarah sampai ia tertidur, selesai operasi ia berkenalan dengan dokter, perawat dan lainnya, tersenyum pada mereka, lalu memberi al Qur’an dan mereka semua terkesan, sampai setelah itu ada salah satu dokter dari Rusia meminta diajarkan shalat. Ia pun mengajari walau dengan menahan sakit pasca operasi, dan dokter itupun menangis. Itulah dakwah dengan akhlak.

Ya, senyumnya mengajarkan lebih banyak hal. Ia selalu bertemu dengan wajah tersenyum. Saat diberi hadiah, ia mendoakan, berterima kasih setulus hati, dan berkata,”Nahnu laa uridh hadiah, du’a du’a.” Begitulah saat kami tak ada penerjemah, kami yang nol koma bahasa arab berbincang dengan beliau yang sedikit-sedikit bicara bahasa Indonesia. Kami tidak ingin hadiah, namun do’a do’a. Doa dari saudara tanpa diketahui saudara itu akan didoakan malaikat dan dikatakan padanya,”dan untukmu juga.”

Saat ia berkata, anda ada di hati kami. Ya, dan engkaupun ada di hatiku. Sungguh ingin bertemu lagi, bersalaman, serta membalas senyum dan doanya. Tak sanggup, maka ingin kudekap engkau dalam doa. Semoga Allah memuliakan di dunia dan akhirat. Memudahkan jalan dakwah di bumi tercinta ini. Mengkaruniakan dengan keturunan yang shalih.

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 dellasgarden. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.