Materi pertama dari dr Suharta adalah mengenai pentingnya pencatatan statistik vital.
Berdasar UU 23 tahun 2006, UU 24 tahun 2013 dan UU 36 tahun 2013 , negara
seharusnya mempunyai data tentang seluruh kelahiran dan kematian penduduk. Indonesia
adalah salah satu negara yang tidak memiliki data kejadian dan penyebab
kematian untuk diberikan pada WHO padahal data ini penting untuk menentukan kebijakan kesehatan dan
penunjang program preventif.
Pencatatan vital ini mempunyai ciri continues, permanent, compulsory and universal, yang artinya
dilakukan secara kontinyu dan permanen serta dilakukan pada seluruh penduduk
Indonesia namun pada kenyataannya hal tersebut sulit diwujudkan. Pencatatan
kelahiran (akta kelahiran) sudah lebih baik karena surat ini diperlukan untuk
pendaftaran sekolah, namun untuk pencatatan kematian masih jauh dari yang
diharapkan. Untuk itu diperlukan kerja khusus dimulai dari sarana kesehatan
puskesmas dan rumah sakit untuk merapikan dan melengkapi data kematian. Lebih
rincinya, data kematian penduduk ini
dilengkapi dengan data sebab kematian, termasuk penyebab langsung (direct cause) ataupun penyakit yang
mendasarinya (underlying cause).
Sosialisasi pencatatan surat kematian ini sebaiknya dimulai
oleh komite medis, begitu menurut pendapat dr Yuslely selaku pemateri kedua,
diharapkan komite medis dapat berkomitmen mengawasi proses ini. Selanjutnya,
beliau menjelaskan rinci tentang format
surat keterangan kematian. Surat keterangan kematian terdiri dari 4
rangkap, lembar pertama ditujukan untuk keluarga pasien, lembar berikutnya
untuk arsip rumah sakit dan sisanya untuk arsip dinas kesehatan. Lembar pertama
hanya berisikan informasi tentang jam kematian yang diisi oleh dokter jaga.
Lembar berikutnya berisikan data tambahan yaitu penyebab kematian yang diisi
oleh dokter spesialis yang merawat pasien tersebut. Setiap kolom pada surat
kematian harus diisi termasuk no urut pencatatan kematian. No urut dimulai dari
nomor 1 per bulannya, tujuannya mengetahui jumlah kematian setiap bulan.
Pada lembar kedua dan seterusnya judul suratnya adalah
formulir keterangan penyebab kematian. Pengisian sebab kematian ini harus
sesuai dengan ICD 10, tegas dr Sari Mawar sebagai pembicara ketiga. Sebenarnya
WHO mengeluarkan ICD 11 tahun 2014 ini yang sistemnya sama sekali berbeda
dengan ICD 10, namun tidak akan dipakai di Indonesia sampai dengan 2020. Sedikit
keterangan mengenai ICD 10, ada “pitfall”
atau kesalahan yang sering dibuat dalam menentukan kode ICD 10 yang dipakai.
Misalkan kasus diare, diare karena infeksi (A.09) berbeda dengan diare tanpa
infeksi (K.50). Kasus TB, berbeda antara TBC yang telah dikonfirmasi (A.15)
dengan TB yang didiagnosa hanya berdasar bacaan rontgen thorax paru (A.16).
Kembali pada topik pengisian formulir penyebab kematian. Pengisian penyebab kematian dibedakan
menjadi 2, yakni pada a) kematian usia 7 hari ke atas, dan b) kematian usia 0-6
hari. Pada baris a) terdapat 2 butir keterangan yang harus diisi yaitu penyebab
kematian (penyebab langsung, antara dan penyebab dasar) dan kondisi lain yang
berkontribusi. Sedangkan pada baris b) terdapat 4 butir keterangan yaitu
penyebab utama bayi, penyebab lain bayi, penyebab utama ibu dan penyebab lain
ibu
Contoh kasus kematian
> 7 hari dan penulisan penyebab kematiannya.
1.
Pasien dewasa dengan hematemesis melena ec
sirosis hepatis dan diketahui terinfeksi
virus hepatitis B sejak beberapa tahun lalu.
2.
Pasien anak dengan gastroenteritis dehidrasi
3.
Pasien anak pneumoni ec morbili
4.
Pasien stroke perdarahan otak ec. HT kronis. RPD
Adenoma prostat. (ada hubungannya?)
5.
Pasien post KLL dengan hipovolemik shock
6.
Pasien meningitis, RP TB paru
7.
Pasien HIV dan PCP
No
|
Langsung
|
Antara
|
Dasar
|
Keterangan
|
1
|
Hematemesis melena
|
Sirosis Hepatis
|
Hepatitis B
|
Data hepatitis B inilah yang diperlukan kesmas. Namun pencatatan
tetap dianjurkan lengkap tidak hanya underlying cause agar optimal.
|
2
|
GED
|
-
|
-
|
Hanya GED saja boleh karena dia termasuk direct dan underlying cause-nya.
RS butuh data : GE dengan Dehidrasi, mengapa dehidrasi tidak
tertolong? Apa penanganan tenaga medis terlambat, atau ada fasilitas RS yang
kurang? dsb
|
3
|
Pneumonia
|
-
|
Morbili
|
Hanya data pneumonia saja yang mungkin dibutuhkan RS, tapi data
morbili ini penting dan diperlukan kesmas untuk evaluasi, apakah imunisasi
telah optimal?
|
4
|
Stroke hemoragik (1hr)
|
Hipertensi + Pyelonefritik kronik (2th)
|
Adenoma Prostat (7th)
|
Ternyata ada hubungannya rpd adenoma prostat pada penyebab
kematiannya. Lengkapi data penyebab
kematian ini dengan selang waktu terjadinya penyakit sampai meninggal agar
lengkap dan memudahkan menarik kesimpulan
|
5
|
Hipovolemik shock
|
Fr multiple tungkai dan panggul
|
Pejalan kaki tertabrak truk
|
Lengkapi keterangan kematian, jangan hanya pasien post KLL
|
Di bawah keterangan penyebab kematian ini, ada butir penting
yang harus diisi yaitu Final UCoD (Final Underlying Cause of Death), namun
yang mengisi adalah petugas rekam medis terlatih, yang akan mencocokkan data
dengan kode ICD. Final UcoD inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh Balitbangkes
untuk data dasar. Contoh :
Langsung
|
Antara
|
Dasar
|
Final UcoD
|
Hematemesis melena
|
Sirosis Hepatis
|
Hepatitis B
|
Hepatitis B
|
Pneumonia
|
-
|
Morbili
|
Morbili
|
Stroke hemoragik (1hr)
|
Hipertensi + Pyelonefropati kronik (2th)
|
Adenoma Prostat (7th)
|
Adenoma Prostat
|
Hipovol shock
|
Fr multiple tungkai dan panggul
|
Pjalan kaki tertabrak truk
|
KLL pejalan kaki tertabrak truk (ada rinciannya di ICD 10). Bila
hanya ditulis KLL, data tidak bermanfaat karena tidak bisa diolah utk data
preventif. Misal diketahui brp banyak yang ditabrak truk mungkin ada
kebijakan dari dinas perhubungan tkait aturan jam lalu lintas truk.
|
Meningitis
|
-
|
TB Paru
|
Meningitis TB (ditulis bukan TB Paru nya, tapi Meningitis ec TB Paru à
meningitis TB)
Ada kasus2 tertentu yang dapat digabung antara direct n underlying
causenya. Yang menentukan itu siapa? Petugas RM terlatih
|
PCP
|
-
|
HIV
|
HIV dengan komplikasi PCP (ada kode ICD nya)
|
Contoh kasus kematian
0-6 hari dan penyebab kematiannya
Penyebab utama bayi
|
Birth asfiksia
|
Penyebab lain bayi
|
Prematur + BBLR
|
Penyebab utama ibu
|
Eklampsia
|
Penyebab lain ibu
|
Anemia
|
Contoh kasus lainnya. Seorang wanita tenggelam di kolam
galian pada sabtu sore. Pacar korban hampir tenggelam saat menolong korban
namun ia berhasil menyelamatkan diri. Awalnya pacar korban pergi untuk BAK,
korban yang ditinggal sendirian mencoba mengendarai motor, namun tidak
terlatih, ia menginjak pedal gas dan jatuh ke waduk bersama motor tersebut.
Korban dilarikan ke RS untuk selanjutnya dilakukan autopsi. Bagaimana kita
menulis penyebab kematian?
Opsi 1
|
Opsi 2
|
|
Langsung
|
Air tawar dalam paru
|
Tenggelam di kolam galian
|
Antara
|
Tenggelam dalam kolam galian
|
|
Dasar
|
Tidak dapat mengendarai motor bebek
|
Tidak dapat mengendarai motor bebek
|
Keterangan
|
Penyebab langsung air tawar dalam paru dapat dituliskan kalau memang
dilakukan otopsi oleh Sp.Forensik
|
Bila yang kita lakukan hanya otopsi verbal, hanya sebatas itu yang
dapat kita tulis sebagai penyebab kematian.
|
Kondisi yang tidak
dianjurkan sebagai CoD tunggal : Hipertensi, Hipotensi, Multiple Organ
Failure, Heart Failure, Cardiact Arrest, Respiratory Failure, Senilitas,
Ateroskeloris, Diabetes Melitus, Asfiksia, BBLR, Cidera. Contoh : Cardiact
Arrest jangan ditulis sebagai penyebab tunggal, harus ada diagnosa lanjutannya
: Cardiact Arrest ec IMA, or ec AF.
Contoh kasus lainnya. Pasien lansia dirawat dengan pneumonia
pasca op fraktur tungkai ec terjatuh di kamar mandi. Dari satu kasus ini ada 3
diagnosa yang dibuat : Sp.PD mungkin menuliskan Pnemumonia nya saja, Sp.OT
menuliskan Fraktur Crurisnya saja, padahal ada keterangan penting yang harus
dicatat yaitu fraktur ec kecelakaan terjatuh di kamar mandi yang dibutuhkan
oleh pihak kesmas. Dari data banyaknya kasus lansia terjatuh, akhirnya timbul
kebijakan pembuatan pegangan pada dinding rumah sakit. Inilah pentingnya sebuah
data.
Pencatatan penyebab kematian yang lengkap ini tidaklah tanpa
hambatan. Registration system ini
membutuhkan setidaknya 3 komponen, yakni kualitas (kelengkapan rekam medis
bersadar ICD), komitmen (dokter puskesmas dan RS serta RM terlatih) dan
pemantauan sistem pelaporan. Rumah sakit yang telah mengantongi sertifikat ISO
harusnya dapat melakukan pencatatan ini dengan baik. Diagnosa ICD yang dibuat
seharusnya bisa mencapai 4 digit (Klasifikasi penyakit sampai dengan penyebab
pastinya)
Take home message
dari pelatihan CRVS ini adalah lengkapi data Cause of Death, sesuai dengan ICD
10 dan selalu lengkapi informasi ICD terbaru di website WHO.
Further Information : dr Yuslely Balitbangkes : lelyus@yahoo.com
Pendapat pribadi penulis :
Pelatihan ini belum dibutuhkan oleh poliklinik Ibnu Sina
dalam waktu dekat karena tidak ada fasilitas rawat inap dan kasus kematian yang
terjadi perbulannya hanyalah 1 atau 2 kasus Death on Arrival. Namun informasi
ini dapat berguna nanti bila Rumah Sakit Islam telah berjalan agar didapatkan pencatatan
yang baik sedari awal. Follow up dari pelatihan ini belum saya ketahui, apakah
surat keterangan kematian ini dikumpulkan dan dilaporkan ke dinas kesehatan
kota, ataukah akan ada petugas peninjau yang datang ke Ibnu Sina, tidak
disebutkan di akhir pelatihan. Just wait
and see :D
Terima kasih sebesar-besarnya pada dr. Suharta dan tim
Balitbangkes atas CD ICD10 ‘gratis’nya, karena harga sebenarnya dari CD ini
adalah 300USD. Semoga informasi yang kita dapatkan secara ‘gratis’ ini dapat
kita manfaatkan sebaik-baiknya. Bukan alih-alih kebanyakan orang, karena
‘gratis’, granted for free, effortless,
dan tanpa perjuangannya justru tidak dianggap spesial.
Selesai di tulis,
Selasa, 26 Agustus 2014 pukul 14.40
JofanViradella
0 komentar:
Post a Comment