7 Rajab
Rasanya susaaaaah sekali untuk berhenti mengeluh. Sepertinya
adaa saja yang menjadikan alasan untuk berkeluh. Walaupun bibir ini tak
berucap, namun gelagat pasti terlihat bila hati sudah merasa capek. Badan lemas
tak bertenaga, bibir tak mengulum senyum, muka tertekuk tanpa semangat. Terjadi
beberapa hari ini setiap selesai jaga. Jadwal padat lah, dua minggu non stop
jaga, rekening seakan air mengalir. Astagfirullah... Padahal di propict bb
sudah ku ganti dengan gambar bertuliskan,”Count
your blessing, not your problems.”
***
Dua hari lalu saat istirahat siang aku bertemu pak M, 60
tahun, dengan keluhan pusing melayang, tensi darah beliau tinggi. Setelah aku
beri obat, ia mengaku sudah lebih baik dan mengotot bekerja, padahal sudah
kutawarkan surat istirahat. “Beliau pekerja lapangan yang paling rajin”,begitu
testimoni perawatku. Kata perawatku yang lain,”Orang tua sepuh seperti itu,
masih mau bekerja keras. Seharusnya dengan usia dan kondisi badan seperti itu
sudah selayaknya ia bersantai di rumah, bermain dengan cucu. Anaknya lah yang
berganti berbakti menghidupinya.”
Satu hari tepat setelah gajian di perusahan kayu dimana aku
bekerja di kliniknya, bapak itu membawa anaknya untuk berobat ke Ibnu Sina.
Lagi-lagi bertemu denganku. Ia memakai kartu umum, bukan BPJS. Lalu
kutanya,”Lho bapak kan punya BPJS, dipakai saja kartunya. Kalau butuh
pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ditanggung kok.” “Enggak dok, pakai
umum saja.”,sahut beliau dengan tetap tersenyum sopan. Apakah ia mengira ada
perbedaan antara layanan umum dengan BPJS ya? Huss, hilangkan prasangka itu.
Anaknya, perempuan usia 16 tahun sudah beberapa kali
sebelumnya datang ke klinik perusahaan. Sejak 1 minggu yang lalu (kalau tidak
salah) ia mengeluh nyeri ulu hati, perut terasa kembung, mual, mau muntah.
Tidak ada panas, tidak ada keluhan lain, telah kuberikan obat untuk maag, namun
perbaikan tidak signifikan. Akhirnya aku edukasi untuk pemeriksaan lab saat di
ibnu sina. Dari laborat didapatkan leukositopeni, trombositopeni, leukosituria,
hematuria, dan penanda widal positif. Cukup mengherankan, mengingat tak ada
keluhan panas yang signifikan, namun ternyata inilah penyebab ia lemas. Aku
sarankan untuk dirawat. Namun ia kebingungan,“Dok, bisakah rawat jalan? Siapa
yang jaga kalau dia rawat inap di Balikpapan? Saya kerja shift, ibunya harus di
jenebora rawat adiknya yang menderita DM type I.” Miris memang, ternyata dalam
membuat keputusan memang harus holistik, tidak hanya memikirkan penyakit, tapi
‘faktor lain’ pun tak luput dari pertimbangan. Setelah diskusi, akhirnya ia
sepakat untuk rawat inap.
Terlalu panjangkah aku bercerita?
***
Di saat yang lain harus melawan usia untuk terus bekerja,
dengan imbalan yang mungkin tidak cukup untuk kebutuhannya sebulan. Di saat
yang lain harus mengeluarkan biaya karna Allah coba dengan penyakit. Aku disini
senantiasa merasakan nikmatnya, dapat bekerja, sehat, keluarga lengkap, dan
masih tetap mengeluh? Tidak! Tidak boleh lagi. Ucapan dan wajahku memang masih
menunjukkan lelah, namun tangan yang menulis ini semoga menjadi saksi bahwa aku
kembali bersemangat dan bersyukur!
Barangsiapa yang memasuki pagi dalam keadaan : aman pada dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya. (HR Tirmidzi)
0 komentar:
Post a Comment