Beberapa jam menjelang Ramadhan, persiapan paling urgent
saat ini adalah mempersiapkan hati. Mengkondisikan hati yang senang akan
datangnya Ramadhan, dan hati yang siap untuk berjuang menggapai kemuliaannya.
Jam 11.00. Panggilan telpon dari nomor tak dikenal,”dr.Della,
bisa menggantikan jaga UGD sore nanti? Anak saya sakit, jadi perlu menjaga di rumah.
Jadwal jaganya ga perlu ditukar, diambil saja jadwal saya.” “Oh, iya dok, insyaAllah saya bisa.” Jawaban ‘ya’
terlanjur terucap. Memang tidak ada alasan untuk menolaknya; ada acara :
enggak, ada tanggungan keluarga : enggak, ada alasan capek : selalu, ada alasan
ingin bersantai dan enggan menggantikan jadwal mendadak : iya, tapi untungnya
lisan ini sudah berucap “ya”. Sisanya, tinggal menata hati untuk tetap senang
bertugas saat detik awal Ramadhan menyapa.
Ikhlas, kondisi hati yang susah dijelaskan. Kita ambil satu
kisah, dengan latar sebuah peperangan di jaman Rasul. Malam itu, pasukan telah
lelah dan payah setelah selesai berjuang, namun masih ada satu tugas penting
yang perlu dikerjakan yaitu memata-matai musuh. Rasul pun bertanya,”Adakah yang
bersedia melakukan tugas ini?” Hening, tak ada sahabat yang menjawab. Sahabat
mana yang lebih baik kualitasnya dibandingkan sahabat Rasul? Dan manusia
sekaliber sahabat pun merasakan lelah. Dua kali pertanyaan tersebut diucapkan,
dan dua kali pula jawaban sama, hening. Dan akhirnya, Rasul pun menunjuk satu
sahabat,”Fulan, berangkatlah engkau.” “Ya” cukup jawaban itu yang memberikan
kekuatan untuk tetap berjalan dengan sisa tenaga, dengan harapan dapat
memata-matai musuh, dan kembali dalam keadaan hidup.
Pertanyaan yang mungkin kita ajukan.”Apa sahabat tersebut
lelah dan enggan awalnya?” “Ya, pasti.” “Apakah ia lantas menolak perintah?” “Tidak.”
“Apakah itu dapat disebut ikhlas?” Itu yang sebelumnya kita bahas, keikhlasan
bukan berarti tanpa “paksaan” hati.
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun
berat, & berjihadlah kamu dgn harta & dirimu di jalan Allah. Yang
demikian itu adl lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS. 9:41)
Biarlah lisan (terlanjur) berkata “Ya”, dan biarlah Allah
yang membimbing hati kita dalam menyelesaikan kebaikan itu. Sore itu, menahan
kantuk, mengumpulkan tenaga untuk tetap tersenyum, menata hati bahagia menyambut
Ramadhan, dan yakinlah janjiNya akan datang.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak.(HR. Muslim)
0 komentar:
Post a Comment