Ada satu sosok yang baru sebentar aku kenal, namun terasa
dekat. Membersamainya walau sepintas sudah merupakan berkah. Begitu istimewa
waktu itu, 10 hari terakhir Ramadhan.
Muslimah yang baik, begitu cantik dengan senyumnya, begitu
mulia dengan ilmunya. Ummu Zubair. Aku mengetahuinya sebagai istri syeikh imam
sholat masjid Istiqamah saat itu. Hafidzul Quran pemegang sanad qiraah asyara’.
Ia mengajarkan tahsin kepada jamaah wanita selepas dzuhur. Sebelum memulai
pelajaran tahsin ia memberikan tausyiah dalam bahasa arab yang tentu saja
dengan penerjemah.
Tentang satu ayat dalam al Fatihah.
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Begitu agung ayat ini. Alhamdulillah, kita islam.
Alhamdulillah kita berjilbab. Alhamdulillah kita sholat. Alhamdulillah kita
termasuk dalam keluarga sholih. Rabbil ‘alamiin., wahai pengurus semesta alam.
Bukan hanya alam manusia, melainkan seluruh alam, jin dan alam yang tidak kita
ketahui hakikatnya. Satu ayat yang mungkin kita baca tanpa hati, namun jika
kita renungi lagi, begitu sejuk ayat ini.
Dzikir, sangat ringan diucapkan, namun dapat memenuhi
timbangan akhirat kita. Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil adzim.. Ketika
membacanya 100x dalam satu hati, maka Allah ampuni dosanya walau sebanyak buih
di lautan. Begitu pemurahnya Allah memberikan sedemikian besar pahala untuk
amalan ringan ini
Kali lain, beliau bercerita tentang Lailatul Qadr. Apa itu
lailatul qadr? Allah memberi kita tanya akan peristiwa besar, yang kita mungkin
tak tahu begitu istimewanya peristiwa itu. Saat itu bumi penuh oleh malaikat,
dan ar ruh yakni Jibril datang sepenuh malam. Utusan Allah ini datang,
mendoakan manusia atas amalan baiknya. Saat itu dicatat setiap amalan dan
dihitung pahala yang lebih dari 1000 bulan. Saat itu pula ditentukan takdir
manusia selama 1 tahun kedepan. Seluruh malam itu dipenuhi rahmat hingga
paginya. Rugilah mereka yang tidak mencarinya, rugi mereka yang tertidur,
terlebih rugilah mereka yang melakukan amal tak manfaat seperti menikmati
hiburan. Carilah malam itu di 10 hari terakhir Ramadhan, carilah dengan
sungguh-sungguh, persedikit waktu tidur. Kapan lagi menemui kesempatan langka
itu. Tausiyah beliau kali itu begitu menguras emosi, terlebih bagiku yang belum
berhasil menghidupkan malam.
Saat itu, qadarullah, aku bertemu drg Ida, dan entah
bagaimana, drg Ida memberitahu beliau kalau aku dokter, dan beliau butuh obat
untuk batuknya. Hanya candaan sebenarnya, tapi kesempatan baik bagiku, kapan
lagi berbuat baik untuk saudari muslim dari jauh? Silex-lah yang kupilih, obat
batuk herbal, insyaAllah non alkohol. Saat diberi itu, ia menolak dan berkata,
berapa? Tidak mau menerima obat gratis, dll. Dengan rayuan mb Nadila (teman
yang menjadi penerjemah) akhirnya beliau mau menerima, dan tak pernah kulupa
senyumannya. Jazakillah khair, barakallah, dan doa lain meluncur sering
senyumnya.
Hari lain, beliau mengajakku dan teman lainnya untuk berbuka
di rumahnya. Kami mencicipi minuman segar (jeruk nipis parut dan gula plus air
diblender sampai halus), sambosa, dan makanan Yaman yang aku tidak tau namanya.
Batuk beliau sudah membaik, tapi nyeri tenggorokan belum berakhir dan beliau
meminta tolong untuk diantarkan ke dokter THT. Alhasil malam itu drg Ida, aku,
mba Nadila dan mba Kris ikut menemani beliau.
Selepas dari dokter THT, kami singgah di mushola milik mba
Nadila dan sholat tarawih diimami ummu Zubair. MasyaAllah bacaannya, merdu,
syahdu, tak dapat dilukis dengan kata. Ingin mendengarnya terus. Dan saat itu
kami duduk melingkar dalam majelis seusai tarawih. Ia bercerita tentang surat
al Zalzalah, ayat : 4. Saat itu bumi
mengabarkan beritanya. Di akhirat nanti, masih ada saja manusia yang
berbohong atas perbuatannya, walau kaki, tangan dan seluruh anggota badannya
bersaksi bahwa ia melakukan itu, namun ia tetap berkeras tidak melakukan itu.
Saat itulah Allah akan bertanya pada ciptaannya yang lain, yakni Bumi. Saat itu
bumi bersaksi, tiap jengkal bumi yang kita tapaki saat itu, akan bersaksi atas
tiap perbuatan kita. Tak bisalah manusia berkeras pada dustanya. Tiap amalnya
akan dipersaksikan oleh tiap anggota tubuhnya, oleh bumi dan lainnya.
Tiap kita adalah dai, maka berdakwahlah dengan profesi kita,
jadilah yang berakhlak baik. Saat itu ia bercerita pula. Ia sakit yang
memerlukan operasi, karna takutnya dengan anestesi ia membaca al-Baqarah sampai
ia tertidur, selesai operasi ia berkenalan dengan dokter, perawat dan lainnya,
tersenyum pada mereka, lalu memberi al Qur’an dan mereka semua terkesan, sampai
setelah itu ada salah satu dokter dari Rusia meminta diajarkan shalat. Ia pun
mengajari walau dengan menahan sakit pasca operasi, dan dokter itupun menangis.
Itulah dakwah dengan akhlak.
Ya, senyumnya mengajarkan lebih banyak hal. Ia selalu
bertemu dengan wajah tersenyum. Saat diberi hadiah, ia mendoakan, berterima kasih
setulus hati, dan berkata,”Nahnu laa uridh hadiah, du’a du’a.” Begitulah saat
kami tak ada penerjemah, kami yang nol koma bahasa arab berbincang dengan
beliau yang sedikit-sedikit bicara bahasa Indonesia. Kami tidak ingin hadiah,
namun do’a do’a. Doa dari saudara tanpa diketahui saudara itu akan didoakan
malaikat dan dikatakan padanya,”dan untukmu juga.”
0 komentar:
Post a Comment