Wednesday, September 17, 2014

Dokter Cerewet vs Dokter Cemberut



Kadang aku berpikir, lebih baik ga kasi penjelasan sama sekali, daripada jelasin panjang lebar ke orang yang memang “ga mau” diKIE..

Pasien wanita hamil meminta rujukan kontrol ke SpOG untuk ANC rutin menggunakan kartu BPJS. Lalu aku jelaskan baik-baik. “Bu, setahu saya, untuk kontrol rutin seperti USG tidak ditanggung BPJS untuk kehamilan normal, kecuali ibu punya resiko, contoh usia >35 tahun, ada darah tinggi, dsb.”
“Tapi kata petugas RSnya bisa, tapi harus pakai rujukan dari dokter umum.”
“Iya, mungkin maksud beliau dikasi rujukan kalau ada kelainan. Kalau ibu minta rujukan akan saya beri, namun itu tergantung RS disana kasus ibu ditanggung atau ga. Bisa jadi ibu diminta bayar sendiri, saya kasitahu sekarang, biar ibu ga kaget disana. Gimana?”
“Katanya bisa dok disana.”si ibu tetap pada pernyataan awalnya
(Fine! She didn't get my point!) “Iya bu, ini rujukannya,”aku nyerah sambil bingung harus tulis diagnosa apa, apa harus diberi tulisan APS, karena memang tidak ada indikasi dirujuk, tapi niat itu aku urungkan, mengingat kasihan si ibu pasti akan dimarahi di sana.

Lalu, ia bertanya satu hal lagi
“Dok, saya susah BAB sejak hamil ini. Sudah ga BAB sejak 1 minggu. BAB ga lancar, kecil-kecil keluarnya.”
“Kapan ibu terakhir BAB?” “1 minggu yang lalu dok”
“1 minggu ga BAB atau masih BAB tapi keluar kecil-kecil?” “BAB tapi keluar kecil.”
“Kapan itu terakhir keluar BAB?” “3 hari lalu dok.”
(Hmmm, kadang, kita harus tanya beberapa kali untuk dapat jawaban yang benar-benar kita butuhkan)

“Ibu banyak minum air putih?” “Banyak dok.”
“Berapa gelas sehari.” “4 gelas kayak gitu dok.”,sambil nunjuk gelas minumku yang kira-kira berisi 250cc.
“Itu kurang ibu, apalagi ibu sekarang hamil. Butuh minum lebih banyak lagi biar BAB lancar.” “Tapi kan kita minum secukupnya dok, sesuai kebutuhan.”
“Nah, ibu butuhnya air putih lebih banyak lagi, ga cukup 1 liter sehari. Ibu belum perlu minum obat, cukup perbanyak air putih >2 liter sehari, banyak makan buah. BAB 3 hari kecil-kecil masih normal.” “Jadi ini saya ga dikasi obat dok?”
“Belum perlu ibu, cukup air putih. Ibu hamil sebaiknya ga minum obat kalau memang ga perlu.”
Dan ibu itu keluar dengan raut muka yang aku yakin menunjukkan ekspresi ga puas karna tidak kuberi obat. Lelah rasanya, niat baik untuk memberi penjelasan, malah dibalas sanggahan “kan saya minum sesuai kebutuhan.”

Masih banyak yang beranggapan, pergi ke dokter untuk dapat obat, kalau bisa satu kali minum obat semua keluhan tuntas. Padahal ga semua penyakit butuh obat. Keluhan BAB ga lancar karena air putih yang kurang, ya obatnya minum air putih banyak. Apalagi dalam kondisi hamil, ga perlu minum obat kalau memang ga butuh. Habis menemui pasien seperti ini, kadang aku berpikitr, apa lebih baik aku menyerah saja dan memberi penjelasan seperlunya? Daripada jadi orang cerewet mending jadi orang bermuka datar dan cenderung terkesan cemberut. Dan judul diriku saat bertemu pasien itu mungkin adalah dokter cerewet sekaligus cemberut.

Fiuh,,,begitulah profesi ini, penuh tantangan, dalam komunikasi salah satunya. Manusia memang musuh bagi ketidaktahuannya. Wajar bila yang diberitahu menyangkal, karena memang mereka belum tahu. Tugas kita lah memberi tahu, dan tetap berusaha berjiwa lapang, saat yang diberitahu tetap “ngengkel” pada pendapat berdasar ketidaktahuan ilmunya. Yah, untungnya tantangan kali ini adalah mengKIE pasien yang bukan termasuk pasien well-educated. Tantangannya beda, ke pasien well-educated mungkin aku ditanya fisiologi saluran cerna terkait konstipasinya! (hahaha, ngayal)

No excuse dan more complain delz. Just do ur job with some of integrity. Be a real long life learner.

160914

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 dellasgarden. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.