“Bongkar
sudah, bongkar jendelanya!! Kasitahu Har, “ kata mbah Uti dengan sisa tenaga ke
mama yang sedang bicara ke Om Har via telepon.
Telepon dari Om Har yang langsung membuat seisi rumah Prapatan seketika
panik,”Ada asap dari rumah Bhayangkara,
cepat pulang!”
Pikiran
meracau sudah berkelebat di benak ku. Api. Kebakaran. Banyak tangki gas.
Meledak. Naudzubillah, Allah, lindungi dari kejadian tak terduga..pintaku
tulus. Padahal baru saja, barusan saja,
sekitar 5 menit lalu, aku ngobrol dengan mbah tentang sesuatu terkait
kebakaran.
Mbah : “Tv dirumah sekarang sudah bagus lho nduk,
sudah ga tiba tiba mati kayak dulu, tapi ya harus dinyalain terus. Jadi ini mbah
keluar , tv di rumah ya tetep nyala..”
Aku :
“Lho, ga papa ta mbah? Nanti bisa terbakar lho.”
Mbah :
“Ya, enggak. Belum pernah kebakaran kok. Ya, jauhkan bala’”
Aku :
“Jauhkan bala’ si iya mbah, tapi kan tetep harus usaha dulu kitanya.”
Back to story.
Langsung, mbah uti dan mbah kung pulang, papa pun menyusul cepat dengan motor
ikut ke rumah Bhayangkara. Aku dan mama di rumah Prapatan, hanya bisa menunggu
sambil berharap tidak terjadi apa-apa. Asap darimana? “Listrik konslet karena
tv menyala.”, itu menurutku. “Bukan, kalau tv pasti mati semua kan disana
paralel mba. Dari kompor pastinya, mbah kan sering lupa tuh kalau masak.”,mama
menimpali. Teori mama yang lebih masuk akal.
Baru saja
satu hari yang lalu Balikpapan kembali diuji dengan musibah kebakaran.
‘Langganan’ makanan si jago merah ya daerah Kampung Baru, Balikpapan Barat :
kawasan padat penduduk, rumah rapat, dan banyak bermaterialkan kayu. 115 Rumah
dilahapnya! Tempat berlindung tak ada, harta simpanan habis, modal usaha yang
ada dirumah ludes, surat-surat berharga tak terpikirkan lagi nasibnya. Ya
Allah, jangan sampai kejadian yang sama terjadi malam ini di Bhayangkara, itu
yang aku pikirkan. Menunggu 5 menit untuk mendapat kabar saja rasanya lama.
“Bagaimana
Har? Ga apa?”mama menelepon. “Udah, ga apa, alhamdulillah.” Fiuhh... rasa lega
tak terkira. Hilang sudah khayalan ngawurku. Bersamaan dengan itu, papaku
pulang, dan menceritakan detail penyebabnya. Asap berasal dari rebusan kacang
di atas kompor gas yang lupa dimatikan. Untungnya api belum muncul dan tangki
gas disamping kompor masih aman. Dengan reflek cepat, papa mematikan kompor,
lalu menyiram panci dengan air. Whusssss, asap yang lebih tebal
terbentuk-begitulah deskripsi papa. Mencairkan suasana, papa mengambil kacang
dalam panci itu,”Untung aja kacangnya masak, udah udah, sekarang waktunya makan
kacang, hehehe...”gaya khas papa. Sampai
sekarang, mbah belum meneleponku, mungkin masih shock dan menenangkan diri.
Bagi yang
sempat membaca artikel ini, jangan lupa :
1.
Matikan kompor, peralatan elektronik, cabut dari
aliran listriknya ketika akan keluar rumah. Cek dua kali kalau perlu, terutama
bagi yang pelupa
2.
Usaha itu penting, jangan merasa aman dari
musibah. Allah penentu kejadian, tapi manusialah yang perlu berikhtiar terlebih
dahulu
“Nikmat
Tuhanmu yang manakah yang Engkau dustakan?” (QS.ar Rahmaan) Dalam tiap detik yang kita jalani, kita tak
sadar berapa nikmat yang Ia berikan pada kita : keimanan dalam hati, kesehatan
tubuh, kelengkapan anggota keluarga, tempat berlindung yang aman tidak
kebakaran, makanan dan minuman yang cukup, berkendaraan tanpa celaka, teman
yang baik, aib yang tertutupi. Yang terkadang, baru kita sadari setelah kita
dijauhkan dari nikmat itu. Seringnya, kita justru mengeluh : lelah bekerja,
hasil usaha yang tak terlihat, doa yang belum terijabah. Astagfirullah..begitu
buruk sangka manusia kepada Penciptanya. Bahkan bukan tidak mungkin Allah
mengganti doa kita dengan yang lebih baik : dijauhkan dari musibah--seperti
malam ini.
0 komentar:
Post a Comment