Apa itu program BPJS? Yang saya tahu dari iklan di televisi,
BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Setiap warga
negara Indonesia nantinya wajib mengikuti program ini, membayar premi tertentu dan
akan mendapatkan jaminan kesehatan. Ada prinsip gotong royong, yang kaya
membantu yang miskin. Itulah yang dikatakan ibu Menkes.
Manis, itulah prinsip iklan bekerja. Bagaimana hasil
lapangan? Sebagai dokter di klinik perusahaan di daerah pinggiran, yang saya
tahu dengan program BPJS ini adalah pasien HT (Hipertensi/Darah Tinggi) yang
awalnya dapat aku layani dan berikan obat setiap 1 bulan sekali, sekarang perlu
rujukan ke spesialis penyakit dalam di RS, dan mendapatkan obat untuk 3 hari
(Amlodipin 5 mg 1x1 3 tablet, Bisoprolol 5 mg 1x1/2 2 tablet) . Pasien TB yang
biasanya mendapat obat setiap 1 bulan, sekarang mendapatkan obat hanya untuk 5
hari (INH 450 mg 1x1 5 tablet, Rifampicin 300 mg dan 100 mg 1x2 10 tablet) dan
ia perlu kembali rutin sebelum obat habis. Pasien TB diminta kembali 6
kali/bulan? Saya tidak tega membayangkan berapa banyak orang yang mangkir minum
obat, dan berapa besar angka MDR TB kelak, karena enggan bolak-balik berobat.
Apakah yang dimaksud dengan BPJS bagi pemerintah adalah
pasien harus jauh berobat dan bolak balik ke RS setiap 3 hari untuk pasien HT
dan setiap 5 hari untuk pasien TB? Untuk diketahui, pasien di klinik ini
bertempat tinggal cukup jauh dari kota, perjalanan 45 menit naik angkot harga
4000, lanjut dengan speedboat selama 30 menit, biaya charter 200rb/kali
berangkat, rombongan 30rb/kali berangkat. Atau naik kapal selama 1 jam dengan
ongkos 10rb/ kali berangkat. Ditambah di pelosok sana bila mereka naik motor
dari rumah-pelabuhan biaya bensin 10rb/liter. No pertamina, hanya ada pertamini
disana. Sedang obat yang diterima tidak lebih dari 15rb.
Lalu pedihnya, saya hanya bisa miris, dan menunggu adakah program
yang lebih baik? Apa kami diminta mengikuti prosedur ini? Tega kah meminta
pasien bolak balik kontrol dengan biaya perjalanan dan waktu yang tak sebanding
dengan obat yang didapat? Apa pasien perlu di edukasi untuk membeli obat sendiri?
“Maaf Pak, dengan sistem BPJS yang baru ini, Bapak perlu kontrol setiap 3 hari
sekali, atau lebih baik untuk menghemat biaya transport, Bapak bisa membeli
obat sendiri untuk 1 bulan.” Dimana sistem ‘jaminannya’?
Rumah Sakit tidak pula dapat disalahkan, tak punya pilihan
selain mengikuti program pemerintah ini, dengan angka jaminan kesehatan yang
saya tidak tahu nominalnya berapa. Mereka tidak dapat komplain, jatah obat
hanya diberikan sejumlah nominal maksimal yang ditentukan. Pilihannya hanyalah
pasien mau membayar lebih, atau rela kembali bolak-balik.
Kasus lain, ada senior spesialis kandungan di RSUD kota
besar, mengalami hal yang juga memilukan hati. Biaya operasi caesar, yang
normalnya lebih dari 10 juta dihargai 4 juta rupiah, total jenderal, untuk
biaya kamar operasi, benang, obat bius, obat antinyeri, jasa perawat, jasa
dokter, biaya ruangan dan perawatan pasca operasi, dan tebak saja berapa yang
nantinya mungkin akan diterima senior ini? 60ribu, sebuah nominal yang tidak
sebanding dengan resiko pekerjaan. Permasalahan disini bukan hanya soal jasa
medis, namun kualitas pelayanan yang berefek pada output dan quality of life.
Benang operasi yang harus dihemat, obat antinyeri yang mungkin kurang adekuat,
dll. (kunjungi link https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=773799135967253&id=100000115209509&_user=1147724375
)
Hmff...Apa yang saya tahu tentang BPJS? Tak bisa hanya
melihat satu sisi, mungkin ini masih awal. Beberapa hari berjalan dan tidak adil
bila kita judge ini buruk. Perlu tahu dasar pemikiran BPJS ini. Perlu tahu
aturannya, agar kami dibawah tidak asal menyalahkan pembuat aturan. Ya, saya
akan mencoba mencaritahu lebih.
Tapi apa yang pasien tahu tentang BPJS? Mereka tidak akan
susah payah mencari, tidak akan mendengar oceh berbusa edukasi kami, yang
mereka tahu : dapat obat sedikit, kontrol ini itu di rumah sakit, tindakan
ganti perban dan lain-lain jauh, titik. Mereka tak mau tahu,” Begini Bapak,
anggaran yang disediakan pemerintah segini, bla bla bla. Peraturan atas itu bla
bla bla”. “Namanya Jaminan Kesehatan, ya harusnya obat dijamin, titik”. Dan
kembali, yang membuat lebih pilu, apa saya hanya bisa merasa miris?
Oh teman, apa yang kau tahu tentang BPJS? Semoga berita
darimu lebih menyenangkan.
UGD IbSi Rapak. 11 jan 2014. 01.15